Minggu, 22 Februari 2009

Remembering, When I Was a Young Boy

Ada sebuah ungkapan yang kurang lebih berbunyi, 'bahkan masa lalu pun belum benar-benar pergi dari kehidupan kita'. Ya, memang masa lalu masih tersimpan di ingatan kita seolah baru kemarin saja terjadinya.

Bersama teman, kemarin-kemarin ngomong-ngomong tentang masa kecil sebagai bocah di kampung. Pas mau tidur malah jadi kepikiran, dan tanpa menggunakan mesin waktu, cuma bermodalkan ingatan, aku pun coba mengenang masa-masa kecilku di awal 90-an. Dan jujur saja, banyak sekali hal yang kini telah hilang. Begitu banyaknya hal yang berubah dalam waktu kurang lebih 20 tahunan.

Saya malah jadi rindu dengan suasana tahun 90-an. Tanpa telpon genggam, tanpa TV di setiap rumah (kalo sekarang sih malah di setiap kamar), mandi di sungai (bukannya karena pengin ngintip orang lho ya) dan seabreg permainan anak kampung(yang tak butuh listrik dan tak kenal kasta, karena gak pake modal uang).

Yah, masa itu memang boleh dibilang 'kuno' dibanding jaman sekarang. Tapi apakah semua hal yang kuno itu jelek? Justru banyak hal yang baik di masa itu yang sekarang telah mulai memudar. Dan salah satu hal yang sangat berkurang di masa itu dibanding dengan masa sekarang adalah interaksi sosial. Dan semakin berkurangnya interaksi sosial, manusia lebih terlihat individualistis.

Alangkah banyaknya waktu untuk berinteraksi di masa lalu. Tanpa TV di setiap rumah, orang-orang tanpa malu pada datang ke rumah tetangganya yang punya. Coba di masa sekarang, punya TV 14" aja sudah malu. Dan proses berkumpulnya orang-orang juga akan menimbulkan keakraban dan tanpa sadar, menghilangkan sekat-sekat perbedaan. Dan yang namanya menonton TV di jaman dulu, pasti ada waktunya tidak terlalu berlebih-lebihan. Kalo malam biasanya ya jam 7-10. Mau sampai larut malam kan tidak enak juga sama yang punya rumah. Beda sama jaman sekarang yang nonton TVnya sampai Over dosis :)).

Dahulu, tidak semua rumah mempunyai kamar mandi. Setiap sore banyak orang pada berduyun-duyun ke sungai. Saya juga kadang pergi ke sungai, apalagi kalo musim kemarau. Jarang sekali ada anak yang ke sungai sendirian. Mereka biasanya berangkat bersama-sama setelah bermain. Tak ada tempat VIP, eksekutif, bisnis dan kelas ekonomi. Semua orang bergabung menjadi satu tanpa mengenal status. Semua orang sama dan sederajat di sungai :)). Dan setelah dipikir-pikir, kenapa sih anak-anak jaman baheula yang mandi di sungai kok malah lebih teratur daripada anak jaman sekarang yang sudah memiliki kamar mandi di rumahnya? Anak jaman dahulu, setelah selesai bermain, mereka langsung bersama-sama mandi di sungai tanpa perlu disuruh orang tuanya. Beda dengan anak sekarang yang sampai ditanya kapan akan mandi. Secara logika seharusnya kan lebih enak jaman sekarang yang bisa mandi tanpa perlu jalan jauh-jauh ke sungai.

Tempat lain untuk berinteraksi adalah di angkutan umum :)). Ya, hampir semua orang dulu menggunakan angkutan umum. Di angkutan umum berkumpul orang saling berinteraksi. Di angkutan umum orang pada ketemu dan saling berbicara. Banyak orang dengan beragam profesi menjadi satu. Dan yang namanya anak sekolah, saling mengenal satu dengan lainnya di sini. Berbeda dengan jaman sekarang yang kalo di jalan bertemu orang paling hanya klakson yang bunyi tanpa ucapan "bagaimana kabarnya?", "dari mana" dan pertanyaan yang lain.

Dan pada waktu aku jaman SMP, telepon rumah pun masih menjadi hal yang langka. Tapi apakah itu buruk? Ada satu hal yang kadang membuat aku menggerutu di jaman sekarang saat HP sudah bertebaran. Aku masih ingat bagaimana dulu waktu janji dengan teman-temanku jika mau pergi bareng-bareng. Dahulu yang namanya janji, telat setengah jam saja sudah ditinggal. Dan rata-rata orang akan menepatinya. Beda dengan jaman sekarang. Janji biarpun sudah digodok semateng-matengnya juga banyak yang mengingkari. Janjian jam 10, yang datang jam 10 baru SMSnya. Orangnya masih entah di mana dan bilang suruh ditunggu. Kalo disuruh cepat ngomongnya sudah di jalan :)).

Yeah, dari berbagai ilustrasi di atas, di jaman 'kuno' dulu, orang memang tidak semudah sekarang. Tapi ada berbagai hal yang malah membuahkan hal-hal yang positif. Sewaktu aku kecil, uang tidak begitu menjadi pembeda. Toh yang kita mainkan senapan dari pelepah pisang, mobil-mobilan dari bambu, tulup dari bambu, petak umpet yang hanya bermodalkan jari, sawahan yang bermodalkan pecahan genteng dan permainan lain yang bahannya sudah ada sekitar kita tanpa perlu membelinya. Jika pun ada yang beli, paling hanyalah layangan yang kalo tak bisa membeli pun masih bisa buat sendiri. Tak ada yang namanya layangan bisa untuk membedakan kelas sosial.

Bandingkan dengan jaman sekarang. Kebanyakan anak-anak sudah terbawa status sosial orang tuanya. Interaksi bersama teman juga sudah tidak sebanyak dulu. Dan cara mereka berinteraksi juga berbeda. Jika saya dahulu bisa bermain dengan siapa saja, sekarang mereka biasanya bermain dengan teman yang secara ekonomi setara. Saya dulu bisa mengajak siapa saja untuk berenang, karena itu gratis di sungai. Kalo anak sekarang mau mengajak temannya berenang, pasti yang mereka ajak teman yang bisa beli karcis masuk kolam. Kalo saya dulu bisa main petak umpet dengan siapa saja yang mau ikut, anak sekarang hanya mau mengajak temannya yang mau paroan untuk ngrental PS. Anak SMU jaman dulu tidak ada yang namanya gengsi untuk naik angkutan umum (mana bak terbuka lagi :D), tapi anak sekarang motor butut aja udah kaya' aib.

Dunia semakin maju, teknologi semakin mutakhir. Tapi kenapa kelas sosial makin menganga? Sekat-sekat antara manusia lebih terasa dan manusia cenderung untuk individualistis. Jika dulu sore-sore orang mesti pada berkumpul dengan tetangganya, kenapa sekarang mereka lebih suka di depan TV untuk melihat gosip yang bahkan tidak pernah ketemu dengan orangnya apalagi mengenalnya. Apa yang ada di etalase toko adalah barang-barang yang akan membuatmu bisa bertahan di rumah terus tanpa berinteraksi dengan orang lain seharian. Apakah peradaban ini maju ke arah yang salah? Karena manusia semakin menarik dirinya dari interaksi dengan orang lain? Bukankah peradaban seharusnya mendorong orang untuk lebih saling tolong menolong dan saling berbagi kebahagiaan?





Tidak ada komentar: