Senin, 26 Januari 2009

Initial X

Puisi ini sebenarnya ditulis setelah aku nonton film Initial D. Jadi inspirasinya dari film itu makanya tek kasih judul Initial X, cuma ya ditambah-tambahi bumbu versi saya sendiri. Maklumlah orang Indonesia.

dan luka pun menari dihidupku lagi
saat tubuhmu bukan hanya untukku
bahkan telah tersentuh
sebelum aku, yang tak pernah menyentuhmu

dan perasaan pun mengambang tak berpijak
saat hatimu hanya untukku
tapi bukan jiwamu
yang tak akan pernah kumiliki seutuhnya hanya untukku

saat kuteringat isi dikepalaku sejak dulu
sebuah wanita, hanya sebuah wanita
hanya seorang wanita yang kucintai, sampai matiku
dan kurelakan waktuku untuk semua itu dalam kesepian
agar hanya ada satu, tidak lebih, dan kurela menunggu

saat kutinggalkanmu menjauh
kurasakan perih
dan kuyakin aku akan lebih berarti untukmu
dari wanita manapun yang ada

bayangmu semakin menjauh
ku tahu aku pun semakin merindukanmu

dan kurasakan keegoisan dalam darahku
sebuah pertanyaan berputar-putar selalu
saat aku pun tak bisa menerimamu
bagaimana aku kan berharap pada yang lain

kurelakan lukaku menari untuk senyummu
itu lebih baik daripada kau dan aku terluka
dan tubuhmu kan kudekap hanya untukku mulai saat ini
walau aku bukan yang pertama
walau bukan hanya aku yang telah merasakannya
lebih baik menatap esok

dan ku hanya berharap
mulut-mulut itu menutup selamanya
seiring perginya masa lalumu
karena aku

Protect Me From What I Want

Tulisan ini sebenarnya sudah ditulis lama banget, malah saya kira udah ilang. Pas bersih2 komputer kemarin gak tahunya tulisan ini masih, daripada ilang selamanya kalo terjadi sesuatu dengan PC saya, mending saya pindah ke sini.

Kebanyakan manusia adalah gudangnya keinginan. Keinginanlah yang membuat saya sering terhanyut arus. Menghantui pikiran sebelum tidur dan kadang membuat aku kesal terhadap diriku. Keinginan yang kadang kalo terpenuhi tak pernah membuatku lebih bahagia selain hanya membuat aku bermimpi yang lain lagi. Bagaikan keingintahuan yang tak pernah berdampak apapun setelah aku tahu. Sebuah pertanyaan yang hanya memuaskan saat pertanyaan itu tidak ada lagi, bukan karena jawabannya yang lebih penting. Segala sesuatu telah terjawab dan kita tidak lebih bahagia dari saat sebelumnya selain bahwa pertanyaan itu tidak menghantui diriku lagi. Dan sampai kapankah aku menjadi budak keinginanku?

Andaikan hidup tak terlalu banyak memilih. Aku rasa itulah kebahagiaan. Hadapi saja apa yang
ada di depan kita tanpa ada percabangan yang lain. Beruntunglah orang yang bersyukur, yang
tak pernah menyesali waktu yang telah lewat. Yang bersyukur dengan apa yang telah dimilikinya sekarang dan jika masih kurang mengejarnya di hari esok. Karena kebanyakan orang
menyalahkan masa lalu dan tidak mengerti tentang esok.

Kadang aku berpikir alangkah beruntungnya orang-orang seperti Gandhi yang mampu hidup dalam kesederhanaan. Aku pikir kadang benar juga cara berpakaian Einstein yang awut2an. Lakukan yang kita suka tanpa pernah mendengar gunjingan orang lain. Aku suka dengan orang2 yang berani melawan mainstream dengan alasan alangkah membosankannya dunia jika semua orang menceritakan, berpakaian, gaya hidup tentang hal yang sama. Selain itu saya pikir mainstream di dunia sangatlah buruk. lihatlah apa yang televisi cekokkan pada mata kita? make me suffer, not better. Dan saat aku harus menjadi public enemy, aku teringat Newton, ia dianggap orang anti-sosial hanya karena dia tidak mengenal karya Shakespeare. Itulah kejamnnya opini masyarakat, Shakespeare tidak dianggap idiot saat ia tidak mengenal karya Newton. It's not fair

Lihatlah impian anak muda sekarang, mereka punya kecenderungan sama ke hal2 yang telah dicekokan oleh dunia pada mereka. Mobil, uang, pakaian dan hal yang tak pernah mereka pikirkan cara menggapainya karena mereka sebenarnya masih hidup 'dibantu' oleh orang tuanya. Mereka memimpikan sesuatu yang lebih dari yang bisa dimilikinya karena mereka memimpikan sesuatu dari mimpi orang lain. Mereka mengikuti mimpi orang lain dan kebanyakan orang. Bagaikan seorang anak TK yang ingin makan dengan porsi ayahnya. saat semua tercapai, segala sesuatunya tidak akan menjadi lebih baik, hanyalah pemaksaan. The person was always trying to be someone else, and never said what they wanted to, did what they wanted to, it's loser way.

Dan begitulah kebanyakan orang, terutama yang masih muda, mereka mengikuti yang temannya lakukan daripada keinginannya sendiri. Sedikitkah orang yang mengejar status, image ataupun CITRA? Kebanyakan orang memiliki kecenderungan untuk membuktikan diri. Tapi mereka kadang tidak memikirkan efeknya bagi orang lain demi pencapaiannya semua itu.

Kenalilah diri kita, tahulah batas kemampuan kita, baru tentukan tujuan. Jangan bertujuan
sebelum kita belum tahu apapun. Bagaikan pandangan mata kita saat kita lapar, segala sesuatu
ingin kita makan, but my eyes bigger than my stomach. Segalanya menjadi sia-sia dan terbuang. Sebuah pemborosan. Kenalilah kebutuhan kita dan inginkanlah semua itu. Jangan iri dengan yg dimiliki orang lain. Ntar jadinya memiliki benda hanya karena tetangga ada yang punya. it's very kiddies.

Bagaikan manusia-manusia dilepas di ladang jeruk, semuanya menjadi tak beraturan dan ingin
semuanya di makan. Tapi makan 5 aja udah bosen. Dan mungkin seminggu sesudah itu males untuk makan jeruk lagi. Segala sesuatu akan menjadi percuma saat berlebih-lebihan. Maaf aja kalo mbulet, padahal intinya ya kaya' gitu. Kepanjangan pembuka neeeh. Hidup itu harus berimbang. Tikus mati di lumbung padi tuh bisa juga bukan karena kelaparan, tapi bisa juga karena kebanyakan makan tanpa tahu batas kemampuannya. Kalo manusia istilahnya ya Over Dosis.

Bagaikan eksitasi atom, kalo sangat berlebihan malah membuat dia jauh dari sekelilingnya. Sebagai manusia, harusnya kita berhati-hati dengan keinginan kita. Manusia adalah raja bagi keinginannya sendiri, bukannya malah jadi budak dari keinginan-keinginan kita sendiri. So, sometime, I must protect me from what I Want.

Dari Film Hunting Party

Akhir-akhir ini sering nonton film. Ya mungkin gara-gara di kosan banyak yang pulang libur semesteran, daripada kesepian ngomong sama tembok ya mending liat film. Salah satu Film yang ditonton adalah Hunting Party. Yang main Richard Gere.

Film ini sebenarnya berdasarkan kisah nyata, tapi sejauh mana antara yang kisah nyata atau yang sindirannya saya tidak tahu. Pada intinya film ini menyindir bagaimana proses pencarian penjahat perang di daerah bekas Yugoslavia. Selain itu, film ini bercerita juga bagaimana seorang wartawan yang betul-betul melaporkan kejadian yang sesungguhnya justru diberhentikan dari pekerjaannya karena laporan yang ia berikan tidak sesuai dengan keinginan pemilik berita.

Saya jujur saja kadang tertarik membaca beberapa tulisan tentang teori konspirasi. Dari yang paling aneh seperti Bill Clinton itu sebenarnya robot, kapal Titanic yang sebenarnya tidak menabrak gunung es (tetapi ditorpedo U-boat Jerman), sampai ke hal-hal yang dimungkinkan kebenarannya seperti tragedi 9/11 WTC ataupun holocaust. Selain sebagai pengisi waktu, sebenarnya saya membaca tulisan-tulisan di atas itu sebagai bentuk keingin tahuan saya untuk mengetahui yang sesungguhnya terjadi. Jujur saja saya banyak mempertanyakan kebenaran sejarah yang telah tertulis dengan kejadian yang sesungguhnya. Bukankah sejarah hanya ditulis oleh satu pihak saja? Pihak pemenanglah yang berhak menulis sejarah itu. Dan penulisan sepihak ini bisa menimbulkan penyampaian yang bias.

Kembali ke film Hunting Party, jujur saja saya sudah menyadari kekuatan media massa dalam membentuk opini di masyarakat. Tanpa disadari, apa yang tertulis di dalam media massa itu merupakan sejarah untuk beberapa tahun yang akan datang. Media massa memiliki kekuatan untuk mengangkat cerita sesuai yang ingin mereka lakukan. Dan masyarakat secara umumnya akan mempercayainya. Berapa persenkah pembaca surat kabar yang akan bertanya-tanya isi berita yang ia baca itu benar atau salah? Saya rasa sangat sedikit sekali. Kecuali jika dia merupakan pelaku, atau seseorang yang berhubungan dengan kejadian yang tertulis di dalam surat kabar tersebut, maka ia bisa tahu berita itu betul atau salah. Tapi andaikan ia tahu bahwa berita yang dituliskan di surat kabar itu salah, apa yang bisa ia lakukan? Bisakah seorang biasa melawan kekuatan dari media massa? Jangankan seorang biasa, seorang wartawan yang ingin menyampaikan berita sesungguhnya saja bisa-bisa dipecat dari tempat ia bekerja.

Mungkin ada benarnya juga dengan slogan 'don't believe wit the truth', jangan mudah kita percaya dengan apa yang kita lihat di berita-berita di TV, di surat kabar dan lain sebagainya, apalagi kalo itu terjadi di luar negeri. Kita tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Dan dari film itu bisa dilihat bagaimana TV luar negeri itu mengambil berita. Mereka lebih ingin menampilkan kisah yang mereka percayai daripada dengan yang sesungguhnya terjadi. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dengan informasi yang kita terima. Entah bagaimanapun surat kabar, sejarah, berita di TV, bukanlah sebuah kitab suci yang tidak usah diragukan lagi isinya. Namun, informasi itu buatan manusia yang kadang terjebak dalam conflict of interest.

Sabtu, 24 Januari 2009

Dari Film Hancock

Film ini sudah ditonton kurang lebih seminggu yang lalu. Film ini bercerita seorang superhero yang jadi pemabuk. Layaknya seorang superhero, dia menolong orang yang membutuhkan. Namun, gara-gara mabuknya, pertolongan yang diberikan kadang tidak sebanding dengan kerusakan yang ia buat. Kalo penasaran liat aja sendiri filmnya. Yang main Will Smith.

Dari film ini mungkin yang menonton pasti akan menghakimi Hancock sebagai superhero kok kelakuannya kaya begitu. Kebanyakan orang berpikir yang namanya superhero akan selalu berbuat baik dan siap 24 jam untuk melakukan kebaikan. Tapi yang ini kok mabuk dan liar tidak karuan. Dan sebagai penonton, juga sering bertindak sebagai hakim, suatu hal yang lumrah untuk memvonis ini tokoh yang jelek dan ini tokoh yang buruk. Untuk perkara kita hidup di dunia ini sebagai apa, kita tidak peduli, kan lebih enak jadi hakim untuk orang lain daripada menghakimi diri sendiri hehehe.

Sebelum saya tidur, saya pernah mengkhayal andaikan saya bisa terbang. Enak juga bisa terbang bisa kemana aja tanpa kena macet, tidak terpengaruh harga BBM dan tidak perlu nyicil kendaraan. Tetapi apakah puas kemampuan yang tidak biasa ini cuma buat senang2 diriku sendiri? Aku jadi kebayang Hancock, saya pasti akan jadi bahan gunjingan, punya kemampuan yang gak lumrah kok gak buat menolong orang. Lalu kebayang deh ribetnya jika aku dianggap jadi superhero. Bisa-bisa kalo ada orang mau pergi mendadak minta diantarkan. Bisa jadi ojek terbang neh. Masa bisa terbang malah dijadikan tukang ojek hahaha.

Kepikir juga untuk bertindak jahat juga. Bisa terbang enak juga bisa buat mengintip orang-orang yang lagi mandi (saya membayangkannya bukan orang yang mandi di kali lho, tapi di tempat-tempat eksklusif :D). Tapi khayalanku tidak aku lanjutkan. Ngapain juga repot-repot terbang untuk mengintip orang pakai bikini, di internet saja banyak. Untuk keasliannya kan sudah ada pakarnya hahahaha.

Kepikir juga buat mencuri buah-buahan tetangga. Mana ada orang yang bisa menangkap. Lagian kalo melakukannya malam hari kan gak ada yang lihat. Namun, ketakutan juga muncul. Bagaimana kalo ada orang lain yang mencuri terus menuduh saya yang melakukannya. Dan berbagai khayalan lain mengisi bergantian, enaknya diapain kemampuan terbang saya. Tetapi tetap saja, menurut saya bisa terbang malah merepotkan.

Akhirnya saya memikirkan kemampuan yang tidak aneh-aneh kaya' terbang itu tadi. Dan alangkah banyaknya pilihan-pilihan kita untuk menerapkan kemampuan kita. Bayangkan saja jika kita pintar oprek-oprek komputer, kita bisa memilih menjadi orang seperti Stallman, Linus Torvald, Stevi Jobs, Bill Gates atau malah bikin virus saja terus jualan anti virusnya hehehe.

Kemampuan yang dimiliki bisa menjadi pedang bermata dua, bisa untuk kebaikan atau malah sebaliknya. Semakin tinggi kemampuan kita, dimungkinkan untuk bermanfaat semakin banyak orang atau bahkan untuk menghancurkan semakin banyak orang. Sebagai contoh, jika seorang ahli nuklir ingin mengacau dunia, pasti kekacauan yang dia buat akan lebih besar daripada yang bisa dilakukan oleh ahli pedang.

Kemampuan memang penting. Namun kemampuan tanpa perbuatan juga tidak akan berarti apa-apa. Dan dari perbuatan itulah orang lain akan menilai diri kita. Kemampuan mungkin bisa untuk mengkelompok-kelompokan orang menjadi orang ahli komputer, ahli nuklir, ahli sastra atau bahkan orang tanpa keahlian seperti saya ini hehehe. Tetapi seahli apapun orang di dalam bidangnya, tidak akan membuat orang itu bisa disukai oleh orang di sekitarnya. Karena pada akhirnya perbuatan kita di dalam kehidupan itulah yang akan dinilai oleh masyarakat. Dan seperti dalam kebanyakan agama, surga merupakan tempat untuk orang yang baik bukan untuk para ahli nuklir, ahli pertanian, ahli kedokteran dan sebagainya. Tidak ada dalam cerita sebuah agama yang menjanjikan bahwa ahli kimia langsung masuk surga, bahkan tidak ada jaminan sarjana agama langsung dimasukkan surga. Semua tergantung pada perbuatan kita.

Dan mungkin itulah adilnya kehidupan di dalam dunia ini. Jika anda cuma tukang batu, tukang becak, tukang jamu dan lain sebagainya, tidak usah berkecil hati karena itu semua tidak membuat anda tidak dihargai di dalam masyarakat. Sumbangsih andalah di dalam masyarakat yang lebih penting. Dan jika anda seorang kepala instansi, dokter, atau yang lainnya, janganlah anda merasa sombong dulu. Kalo anda sombong, anda malahan akan dijauhi. Dan pada akhirnya, seorang idiot yang hanya 'mampu' menyingkirkan batu dari tengah jalan sebenarnya lebih baik daripada seorang dokter jenius yang sering melakukan praktek aborsi.