Sabtu, 24 Januari 2009

Dari Film Hancock

Film ini sudah ditonton kurang lebih seminggu yang lalu. Film ini bercerita seorang superhero yang jadi pemabuk. Layaknya seorang superhero, dia menolong orang yang membutuhkan. Namun, gara-gara mabuknya, pertolongan yang diberikan kadang tidak sebanding dengan kerusakan yang ia buat. Kalo penasaran liat aja sendiri filmnya. Yang main Will Smith.

Dari film ini mungkin yang menonton pasti akan menghakimi Hancock sebagai superhero kok kelakuannya kaya begitu. Kebanyakan orang berpikir yang namanya superhero akan selalu berbuat baik dan siap 24 jam untuk melakukan kebaikan. Tapi yang ini kok mabuk dan liar tidak karuan. Dan sebagai penonton, juga sering bertindak sebagai hakim, suatu hal yang lumrah untuk memvonis ini tokoh yang jelek dan ini tokoh yang buruk. Untuk perkara kita hidup di dunia ini sebagai apa, kita tidak peduli, kan lebih enak jadi hakim untuk orang lain daripada menghakimi diri sendiri hehehe.

Sebelum saya tidur, saya pernah mengkhayal andaikan saya bisa terbang. Enak juga bisa terbang bisa kemana aja tanpa kena macet, tidak terpengaruh harga BBM dan tidak perlu nyicil kendaraan. Tetapi apakah puas kemampuan yang tidak biasa ini cuma buat senang2 diriku sendiri? Aku jadi kebayang Hancock, saya pasti akan jadi bahan gunjingan, punya kemampuan yang gak lumrah kok gak buat menolong orang. Lalu kebayang deh ribetnya jika aku dianggap jadi superhero. Bisa-bisa kalo ada orang mau pergi mendadak minta diantarkan. Bisa jadi ojek terbang neh. Masa bisa terbang malah dijadikan tukang ojek hahaha.

Kepikir juga untuk bertindak jahat juga. Bisa terbang enak juga bisa buat mengintip orang-orang yang lagi mandi (saya membayangkannya bukan orang yang mandi di kali lho, tapi di tempat-tempat eksklusif :D). Tapi khayalanku tidak aku lanjutkan. Ngapain juga repot-repot terbang untuk mengintip orang pakai bikini, di internet saja banyak. Untuk keasliannya kan sudah ada pakarnya hahahaha.

Kepikir juga buat mencuri buah-buahan tetangga. Mana ada orang yang bisa menangkap. Lagian kalo melakukannya malam hari kan gak ada yang lihat. Namun, ketakutan juga muncul. Bagaimana kalo ada orang lain yang mencuri terus menuduh saya yang melakukannya. Dan berbagai khayalan lain mengisi bergantian, enaknya diapain kemampuan terbang saya. Tetapi tetap saja, menurut saya bisa terbang malah merepotkan.

Akhirnya saya memikirkan kemampuan yang tidak aneh-aneh kaya' terbang itu tadi. Dan alangkah banyaknya pilihan-pilihan kita untuk menerapkan kemampuan kita. Bayangkan saja jika kita pintar oprek-oprek komputer, kita bisa memilih menjadi orang seperti Stallman, Linus Torvald, Stevi Jobs, Bill Gates atau malah bikin virus saja terus jualan anti virusnya hehehe.

Kemampuan yang dimiliki bisa menjadi pedang bermata dua, bisa untuk kebaikan atau malah sebaliknya. Semakin tinggi kemampuan kita, dimungkinkan untuk bermanfaat semakin banyak orang atau bahkan untuk menghancurkan semakin banyak orang. Sebagai contoh, jika seorang ahli nuklir ingin mengacau dunia, pasti kekacauan yang dia buat akan lebih besar daripada yang bisa dilakukan oleh ahli pedang.

Kemampuan memang penting. Namun kemampuan tanpa perbuatan juga tidak akan berarti apa-apa. Dan dari perbuatan itulah orang lain akan menilai diri kita. Kemampuan mungkin bisa untuk mengkelompok-kelompokan orang menjadi orang ahli komputer, ahli nuklir, ahli sastra atau bahkan orang tanpa keahlian seperti saya ini hehehe. Tetapi seahli apapun orang di dalam bidangnya, tidak akan membuat orang itu bisa disukai oleh orang di sekitarnya. Karena pada akhirnya perbuatan kita di dalam kehidupan itulah yang akan dinilai oleh masyarakat. Dan seperti dalam kebanyakan agama, surga merupakan tempat untuk orang yang baik bukan untuk para ahli nuklir, ahli pertanian, ahli kedokteran dan sebagainya. Tidak ada dalam cerita sebuah agama yang menjanjikan bahwa ahli kimia langsung masuk surga, bahkan tidak ada jaminan sarjana agama langsung dimasukkan surga. Semua tergantung pada perbuatan kita.

Dan mungkin itulah adilnya kehidupan di dalam dunia ini. Jika anda cuma tukang batu, tukang becak, tukang jamu dan lain sebagainya, tidak usah berkecil hati karena itu semua tidak membuat anda tidak dihargai di dalam masyarakat. Sumbangsih andalah di dalam masyarakat yang lebih penting. Dan jika anda seorang kepala instansi, dokter, atau yang lainnya, janganlah anda merasa sombong dulu. Kalo anda sombong, anda malahan akan dijauhi. Dan pada akhirnya, seorang idiot yang hanya 'mampu' menyingkirkan batu dari tengah jalan sebenarnya lebih baik daripada seorang dokter jenius yang sering melakukan praktek aborsi.


Tidak ada komentar: