Senin, 26 Januari 2009

Dari Film Hunting Party

Akhir-akhir ini sering nonton film. Ya mungkin gara-gara di kosan banyak yang pulang libur semesteran, daripada kesepian ngomong sama tembok ya mending liat film. Salah satu Film yang ditonton adalah Hunting Party. Yang main Richard Gere.

Film ini sebenarnya berdasarkan kisah nyata, tapi sejauh mana antara yang kisah nyata atau yang sindirannya saya tidak tahu. Pada intinya film ini menyindir bagaimana proses pencarian penjahat perang di daerah bekas Yugoslavia. Selain itu, film ini bercerita juga bagaimana seorang wartawan yang betul-betul melaporkan kejadian yang sesungguhnya justru diberhentikan dari pekerjaannya karena laporan yang ia berikan tidak sesuai dengan keinginan pemilik berita.

Saya jujur saja kadang tertarik membaca beberapa tulisan tentang teori konspirasi. Dari yang paling aneh seperti Bill Clinton itu sebenarnya robot, kapal Titanic yang sebenarnya tidak menabrak gunung es (tetapi ditorpedo U-boat Jerman), sampai ke hal-hal yang dimungkinkan kebenarannya seperti tragedi 9/11 WTC ataupun holocaust. Selain sebagai pengisi waktu, sebenarnya saya membaca tulisan-tulisan di atas itu sebagai bentuk keingin tahuan saya untuk mengetahui yang sesungguhnya terjadi. Jujur saja saya banyak mempertanyakan kebenaran sejarah yang telah tertulis dengan kejadian yang sesungguhnya. Bukankah sejarah hanya ditulis oleh satu pihak saja? Pihak pemenanglah yang berhak menulis sejarah itu. Dan penulisan sepihak ini bisa menimbulkan penyampaian yang bias.

Kembali ke film Hunting Party, jujur saja saya sudah menyadari kekuatan media massa dalam membentuk opini di masyarakat. Tanpa disadari, apa yang tertulis di dalam media massa itu merupakan sejarah untuk beberapa tahun yang akan datang. Media massa memiliki kekuatan untuk mengangkat cerita sesuai yang ingin mereka lakukan. Dan masyarakat secara umumnya akan mempercayainya. Berapa persenkah pembaca surat kabar yang akan bertanya-tanya isi berita yang ia baca itu benar atau salah? Saya rasa sangat sedikit sekali. Kecuali jika dia merupakan pelaku, atau seseorang yang berhubungan dengan kejadian yang tertulis di dalam surat kabar tersebut, maka ia bisa tahu berita itu betul atau salah. Tapi andaikan ia tahu bahwa berita yang dituliskan di surat kabar itu salah, apa yang bisa ia lakukan? Bisakah seorang biasa melawan kekuatan dari media massa? Jangankan seorang biasa, seorang wartawan yang ingin menyampaikan berita sesungguhnya saja bisa-bisa dipecat dari tempat ia bekerja.

Mungkin ada benarnya juga dengan slogan 'don't believe wit the truth', jangan mudah kita percaya dengan apa yang kita lihat di berita-berita di TV, di surat kabar dan lain sebagainya, apalagi kalo itu terjadi di luar negeri. Kita tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Dan dari film itu bisa dilihat bagaimana TV luar negeri itu mengambil berita. Mereka lebih ingin menampilkan kisah yang mereka percayai daripada dengan yang sesungguhnya terjadi. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dengan informasi yang kita terima. Entah bagaimanapun surat kabar, sejarah, berita di TV, bukanlah sebuah kitab suci yang tidak usah diragukan lagi isinya. Namun, informasi itu buatan manusia yang kadang terjebak dalam conflict of interest.

Tidak ada komentar: